Selasa, 17 November 2009

TAHLILAN

1. Pengertian Secara Umum

Tahlil menurut bahasa berasal dari kata هلل يهللل تهليلا yang berarti membaca kalimat لا اله الا الله . Dengan pengertian demikian, sebenarnya acara tahlil tentu hanya membaca kalimah thoyyibah. Akan tetapi dalam prakteknya kita sering menjumpai bahwa ketika orang melaksanakan tahlil, maka dalam kegiatan tersebut tidak hanya mengucapkan لا اله الا الله , akan tetapi disertai oleh beberapa dzikir atau bacaan lain yang telah disusun oleh para ulama. Sebagaiman dalam kaidah bahasa arab ada istilah ذكر الجز إرادة الكل (menyebutkan sebagian tapi diharapkan semuanya). Istilah inilah yang menandakan bahwa tahlil tidak hanya membaca lafadz لا اله الا الله , akan tetapi bersama dzikir-dzikir yang lain. Dalam hal memperbanyak dzikir, Allah telah memerintahkan kita dalam firman-Nya :
يا أيها الذين أمنوا اذكروا الله ذكرا كثيرا وسبحوه بكرة وأصيلا (الأحزاب :41-42)
Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah kepada Allah sebanyak mungkin. Dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan sore". (QS . Al Ahzâb : 41-42)
Dan firman Allah yang lain :
واذكر ربك في نفسك تضرعا وخيفة ودون الجهر من القول بالغدو والآصال ولا تكن من الغافلين (الأعراف : 205)
Artinya : "Berdzikirlah, sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri, perasaan takut dan tidak mengeraskan suara diwaktu pagi dan petang. Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai". (QS. Al A'râf : 205)
Nabi Muhammad SAW juga memerintahkannya, seperti dalam hadits :
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ  قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ r جَدِّدُوْا إِيْمَانَكُمْ قَالُوْا كَيْفَ نُجَدِّدُ إِيْمَانَنَا قَالَ أَكْثِرُوْا مِنْ قَوْلِ لا إِلَهَ إِلَّا الله (مسند ابن حنبل : 8353 )
Artinya : "Dari Abi Hurairah ra., ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : Perbaharuilah iman kalian !, para sahabat bertanya : Bagaimana caranya, Ya Rasulallah ?, Kemudian Rasulullah menjawab : Perbanyaklah membaca Lâ ilâh illâ Allâh“. ( Musnad ibn Hanbal : 8353 )
عن جابر ابن عبد الله  يقول سمعت رسول الله  يقول أفضل الذكر لا اله الا الله (رواه الترمذي)
Artinya : "Dari sahabat Jabir ra. ia berkata : Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda : Dzikir yang paling utama adalah la ilaaha illa allah ". (HR. Turmdzi)
عن أبى هريرة  قال قال رسول الله  كلمتان خفيفتان على اللسان ثقيلتان فى الميزان حبيبتان الى الرحمن سبحان الله وبحمده سبحان الله العظيم (رواه البخارى و مسلم)
Artinya : "Dari Abu Hurairah ra. berkata, Rasullullah SAW bersabda : ‘Dua kalimah yang ringan dilidah (mudah diucapkan), berat dalam timbangan (amal diakhirat), dicintai oleh Allah SWT yaitu : subhanallah wa bi hamdih subhanallahil 'adhim". (HR. Bukhâri Muslim)

2. Pengertian Secara Khusus

Sebagaimana pengertian tahlil secara bahasa, maka pengertian tahlil secara khususpun tidak jauh beda dari pengertian tahlil secara umum. Secara khusus tahlil adalah sebagaimana halnya yang kita jumpai dalam berbagai acara, yakni sesuatu yang dimulai dengan membaca al-Fatihah yang disertai tawasul kepada para Nabi, sahabat, ulama dengan diikuti beberapa bacaan seperti tasbih, tahmid, sholawat dan bacaan-bacaan yang diambilkan dari al-Qur'an serta hadits Nabi kemudian diakhiri dengan do'a.
Hal ini sebenarnya tidak pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dengan menyusun bacaan-bacaan tersebut. Penyusunan ini merupakan inisiatif dari para ulama yang memandang bahwa tahlil diatas diperbolehkan karena berisi dzikir-dzikir yang dianjurkan agama dan bertujuan menyumbangkan pahala kepada orang yang sudah meninggal supaya bermanfaat baginya dan merupakan hal yang dianjurkan dalam syari'at ketika kita mengamalkan tentang isi dan tujuannya.

3. Seputar Fida’an

Fida’ atau lebih kita kenal dengan fida'an adalah sebuah istilah dalam suatu ritual dengan membaca lafadz tahlil sebanyak 70.000 kali yang faidahnya adalah sebagai penebus dari api neraka.
Sumber ritual ini diambil dari Syekh Abu Muhammad Abdullah bin As'ad al-Yâfi'i bersumber dari Syekh Abi Zaid al-Qurthûbi dalam sebagian riwayatnya :
سمعت من بعض الأثر أن من قال لا اله الا الله سبعين ألف مرة كانت فداءه من النار فعملت على ذلك رجاء بركة الوعد أعمالا ادخرتها لنفسى وعملت منها لأهلى
Artinya : "Aku mendengar dari salah satu Atsar (haditsnya sahabat Nabi) bahwasanya barang siapa membaca لا اله الا الله sebanyak 70.000 kali, maka bacaan tersebut akan menjadi tebusan dari api neraka".
Keshohehan status atsar dalam riwayat ini masih dalam perselisihan para ulama. Sebagian memvonis riwayat tadi adalah dha'if, karena Imam Qurthubi tidak dikenal kepiawaianya dibidang hadits oleh ulama hadits, sebagaimana kita ketahui syarat dalam meriwayatkan hadits harus jelas status orang tersebut, maka hadits tersebut belum bisa untuk menjadi dalil kesunahan fidâ`an. Namun sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa atsar yang diriwayatkan oleh Imam Qurthûbi memang benar adanya. Termasuk ulama yang mempunyai pendapat semacam itu adalah al-‘Allâmah Ahmad bin Muhammad al-Wâyily dan al-Imâm Syaikhul Islam al Thanbadawi al Bakri didalam kitab fatawinya. Bahkan beliau memantapkan kita dengan menunjukkan sebuah referensi dengan ungkapan beliau, “ Lihatlah atsar tadi dikitab Al maqâshid al-Hasanah fi al-Ahâdits ad-Dâ`irah ‘alâ al-Alsinah milik Syaikh al-Imam al-Khafidh Syamsuddîn al-Sakhâwi.” Pendapat ini didukung oleh hadits :
مَنْ بَلَغَهُ عَنْ اللَّهِ شَيْءٌ لَهُ فِيهِ فَضِيلَةٌ فَأَخَذَهُ إيمَانًا بِهِ وَرَجَاءَ ثَوَابِهِ أَعْطَاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ ذَلِكَ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ كَذَلِكَ (رَوَاهُ الْحَسَنُ بْنُ عَرَفَةَ فِي جُزْئِهِ وَيَتَوَجَّهُ أَنَّ إسْنَادَهُ حَسَنٌ)
Artinya : "Barang siapa yang datang kepadanya dari Allah suatu amal yang mempunyai keutamaan, kemudian dia mengamalkan dengan mengimaninya dan mengharapkan limpahan pahalanya, maka Allah SWT akan memberikan apa yang dia harapkan walaupun sebenarnya suatu amal tadi sebenarnya tidak seperti itu”. (HR. Hasan bin ‘Arofah)
Keterangan yang lain adalah : _________
Artinya : "Ketahuilah, bahwa sebaiknya ketika datang kepadamu sesuatu yang didalamnya terdapat fadilah suatu amal, maka lakukanlah walaupun sekali saja, supaya kamu menjadi bagian darinya, dan tidak seharusnya meninggalkan secara mutlak akan tetapi datanglah dengan mudah karena sabda Nabi Muhammad SAW dalam hadits yang telah disepakatinya, 'ketika aku perintahkan kepadamu semua tentang sesuatu, maka kerjakanlah semampumu".
Dari pengertian diatas cukup jelas dan didukung dengan beberapa riwayat, maka keabsahan untuk melakukan fida'an tidak diragukan lagi, karena ada riwayat yang memperbolehknya. Menurut al-‘Alâmah Jamâl al-Qamâth, mengamalkan hal yang demikian lebih utama, karena tidak bertentangan dengan ushul syari’ah. Hal ini diamini oleh Sayyid Muhamad bin Ahmad bin ‘Abdul Bari al-Ahdali.

4. Hukum Membaca Tahlil/ Menghadiahkan Pahala Amal Pembacaan Al-Qur'an, Dzikir Dll.

Dikalangan umat islam membaca al-Qur'an, tahlil, tasbih, tahmid, shalawat dan berbagai dzikir lainnya, kemudian menghadiahkan pahalanya kepada orang-orang yang telah meninggal dunia adalah suatu ritual yang sudah biasa kita jumpai, dengan bacaan tersebut diharapkan dapat mengurangi siksa kubur dan menambah amal bagi simayit. Lantunan Yasîn dan surat-surat lain dalam al-Qur'an serta gemuruh tahlil dari lisan para peziarah bukanlah pemandangan yang asing ketika kita memasuki sebuah rumah duka atau pemakaman. Dengan khusyu', kerendahan hati dan prasangka baik kepada Allah SWT yang Maha Pemberi dan Maha Pengampun, para penta'ziah ataupun peziarah melantunkan ayat-ayat suci dan kalimat dzikir. Mereka yakin perbuatan tersebut akan bermanfaat bagi peziarah maupun yang diziarahi.
Pemandangan tersebut acap kali kita sandarkan bahwa Allah SWT memerintahkan kita untuk banyak berdzikir kepada-Nya dan memintakan ampun kepada yang kita tuju. Hal ini juga menepis anggapan bahwa kita tidak dapat memintakan ampun atau menghadiahkan pahala kepada orang lain.
Dalam al-Qur'an, Allah SWT berfirman dalam QS. Al Hasyr ayat 10 yang artinya :“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa : "Ya Allah, berilah ampunan pada kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami.” (QS al-Hasyr : 10 )
Dalam ayat ini Allah SWT telah meridhai terhadap orang-orang yang memintakan ampun untuk dirinya dan kerabatnya yang sudah meninggal dunia. Dengan bersandar pada ayat tersebut berarti fenomena tahlil yang sering kita jumpai dimana didalamnya terdapat makna dan tujuan yang sama dengan kandungan ayat tersebut adalah boleh dan sangat dianjurkan oleh agama.
Dalam Sunan Abu Dawud telah disebutkan bahwa Amîrul Mukminîn Ustman bin Affân ra. berkata, ‘Dahulu, setelah jenazah dikebumikan, Rasulullah SAW berdiri di depan makam dan bersabda:
اِسْتغفِروا لأخيكم وَسَلُوْا له بالتَّثبًيت فإنه الآن يُسْأَل (رواه أبو داود)
Artinya: " Mintakanlah ampun bagi saudara kalian ini, dan berdo'alah agar ia diteguhkan (dalam menjawab pertanyaan Malaikat), sebab, saat ini ia sedang ditanya! "(HR. Abu Dawud)
Hadits tersebut jelas bahwa Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita untuk mendoakan dan memohonkan ampun tatkala jenazah telah dikubur. Jika doa tidak bermanfaat bagi mayit, tentu Rasulullah SAW tidak akan menganjurkanya.
Ayat al-Quran yang menerangkan adanya manfaat ketika mendo’akan kepada orang lain bagi dirinya dan orang yang dido’akan antara lain :
واستغفروا لذنبك وللمؤمنين والمؤمنات (محمد : 19)
Artinya : “Dan mohonlah ampun bagi dosamu dan bagi dosa orang-orang mukmin laki-laki dan permpuan.” (QS. Muhammad :19)
ربنا غفر لنا و لوالدي و للمؤمنين يوم يقوم الحساب (ابراهيم :41)
Artinya : ”Ya Tuhan kami ampunilah aku dan ibu bapakku dan orang-orang mukmin sekalian pada hari hisab.” (QS. Ibrahim : 41)
Dari dua ayat diatas jelas bahwa orang yang lain bisa mendapatkan pahala dari apa yang telah diminta oleh orang yang berdo’a dan menghadiahkan kepadanya.
Dari dalil hadits yang memperbolehkan tahlil diantaranya :
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال سمعت رسول الله r يقول إذا صليتم على الميت فأخلِصوا له الدعاء ( سنن ترمذي رقم 2784)
Artinya :"Dari Abi Hurairoh ra. Dia berkata, Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, Ketika kalian semua mensholati mayit, maka ihklaslah dalam mendo'akannya ". (Sunan Turmudzi hal.2784)
Hadits diatas telah jelas menerangkan bahwa Rasulullah SAW memerintahkan umat islam untuk mendoakan orang yang sudah meninggal dunia dengan tulus ikhlas. Hal ini berarti doa yang dibaca dengan tulus ikhlas dapat bermanfaat bagi mayit yang dimaksud.
Adapun tentang hukum membaca Al-Quran dihadapan jenazah atau makam itu juga dianjurkan. Rasulullah SAW bersabda:
إقرؤوا يس على موتاكم (رواه أبو داود و ابن ماجة)
Artinya: " Bacakanlah surat Yasîn kepada orang-orang yang meniggal dunia diantara kalian!” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
عن معقيل بن يسار أن رسول الله r قال : يس قلب القرآن لايقرؤها رجل يريد الله تبارك وتعالى والدار الآخرة إلا غفر له واقررها على موتاكم (سنن أحمد بن حنبل رقم 19415)
Artinya: "Diriwayatkan dari Ma’qil bin Yasar bahwa Rasulullah SAW bersabda : Surat Yasin adalah jantung al-Quran, tidaklah seseorang membacanya karena mengharapkan (keridho'an) Allah Tabaraka Wata'ala dan negeri akhirat, melainkan Allah mengampuninya. Dan bacakanlah Yasîn kepada orang-orang yang meninggal dunia diantara kalian.” (Musnad Ahmad bin Hanbal hal.19415)
Hadits tersebut menepis anggapan bahwa yang harus dido’akan adalah orang yang belum mati atau sekarat. Menurut Syekh Muhibbuddin Ath-Thobari bahwa kata موتكم adalah orang yang ruhnya telah berpisah dari jasadnya, adapun yang mengartikan “orang yang akan meninggal dunia” adalah tidak benar.
Sayyid Zainal Abidin al-Alawi Al-Husaini dalam kitab al-Ajwibah al-Ghâliyah fi 'Aqidah Firqah an-Najiyah menuliskan :
"Para ulama Muhaqqiqin menyebutkan bahwa hadits di atas (tentang pembacaan surat Yasin kepada yang telah meninggal dunia) berlaku secara umum, baik untuk mereka yang sedang sekarat, maupun bagi mereka yang telah meninggal dunia sebagaimana tampak jelas dalam teks hadits tersebut".
Dalam hadits lain disebutkan :
عَنْ عَلِيٍّ  أَنَّ النَّبِيَّ  قَالَ مَنْ مَرَّ عَلَى الْمَقَابِرِ وَقَرَأَ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ إحْدَى عَشْرَةَ مَرَّةً ثُمَّ وَهَبَ أَجْرَهَا لِلْأَمْوَاتِ أُعْطِيَ مِنْ الْأَجْرِ بِعَدَدِ الْأَمْوَاتِ (رَوَاهُ الدَّارَقُطْنِيّ)
Artinya : ”Dari Sayyidina Ali ra. sesungguhnya Nabi SAW bersabda,’Barang siapa lewat di kuburan dan membaca قل هو الله أحد (surat al-Ikhlâsh) sebelas kali kemudian menghadiahkan pahalanya kepada orang-orang yang mati, maka ia akan diberi pahala sesuai jumlah orang yang meninggal”. (HR. ad-Dâruquthny)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ  أن النبي  قَالَ إن الله ليرفع الدرجةَ للعبد الصالح في الجنة فيقول ياربِّ أنَّى هَذِهِ ؟ فَيَقُولُ باسْتِغْفَارِ وَلَدِك لكَ (أخرجه أحمد وقال ابن كثير في تفسيره إسناده صحيح)
Artinya : “Diriwayatkan dari Abi Hurairah, sesungguhnya Nabi SAW bersabda, ‘Sesungguhnya Allah meninggikan derajat seorang hamba yang shalih disurga’. Ia bertanya, ‘Wahai Tuhanku, Bagaimana aku mendapatkan ini? Allah menjawab,’ Dengan permohonan ampun dari anakmu untukmu”. (HR Ahmad)
Dari dalil diatas bisa diambil kesimpulan bahwa Nabi SAW menganjurkan kita untuk membaca al-Quran dan dzikir-dzikir lainya kepada orang yang telah meninggal serta pahalanya bisa kita hadiahkan pada orang yang telah meninggal.
Imam Abu Hanifah menyatakan, " Barang siapa mengatakan pahalanya tidak sampai kepada ahli mayit, maka dia berarti merusak kesepakatan para ulama "
Imam Ibnu Hajar juga berpendapat, " Madzhab ahli sunnah itu mempersilahkan menjadikan pahala amalnya dan sholatnya diperuntukkan kepada orang yang sudah meninggal dunia dan pahalanya akan sampai kepadanya"
Imam al-Qurtubi juga mengatakan, " Ulama sepakat mengenai sampainya pahala sedekah kepada arang yang sudah meninggal dunia. Begitu juga mengenai bacaan al-Quran, do'a dan istighfar dan itu semua termasuk kategori sadaqah ".
Imam an-Nawawi dalam kitab Adzkarnya juga mengatakan :
" أجمع العلماء على أن الدعاء للأموات ينفعهم ويَصِلُهم ثوابُهم "
"Ulama sepakat bahwa do'a yang diperuntukkan pada orang yang wafat akan memberikan manfaat serta akan sampai pahalanya"

5. Membaca Al-Quran Dan Tahlil Di Pemakaman
Membaca al-Quran atau lainnya dipemakaman hampir sama dengan membaca al-Quran dirumah dengan tujuan pahalanya dihadiahkan pada orang yang sudah meninggal. Hanya saja kalau membaca dipemakaman itu mempunyai nilai tambah tersendiri, diantaranya seperti yang diriwayatkan oleh sayyidah ‘Aisyah rha. bahwa Nabi Muhammad SAW pernah bersabda :
ما من رجل يزور قبر أخيه ويجلس عنده إلا استأنس به وردّ عليه حتى يقوم (رواه الديلمي )
Artinya : “Tidaklah seseorang yang berziarah kemakam saudaranya dan duduk disampingnya, melainkan saudaranya tersebut merasa senang dengan kehadirannya, dan saudaranya juga menjawab salam sehingga seseorang tadi berdiri”. (HR. ad Dailami)
Al-Hâfidh Jalâluddin as-Suyûthi berkata, ”Al-Baihaqi dan at-Thabrâny meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Nabi SAW bersabda :
إذا مات أحدكم فلا تحبسوه وأِسْرِعوا به إلى قبره وليقرأ عند رأسه بفاتحة الكتاب وعند رجليه بخاتمة سورة البقرة في قبره ( رواه الطبراني في الكبير ) ولفظ البيهقي "فاتحة البقرة وعند رجليه بخاتمة سورة البقرة في قبره
Artinya :”Ketika salah satu dari kalian meninggal, maka jangan lama-lama dirumah, segeralah membawanya kepemakaman dan bacakanlah disisi kepalanya surat al-fatihah dan disisi kedua kakinya akhir surah al-baqarah” (Dalam riwayat al-Baihaqy,”dengan awal al-Baqarah) dan disisi kedua kakinya dengan akhir surat al-Baqarah ketika dikuburnya.”
Sedang Ibnu Umar sendiri pernah berkata :
ان ابن عمر استحب أن يقرأ على القبر بعد الدفن أول سورة البقرة و خاتمتها (رواه البيهقي)
Artinya : “Sesungguhnya Ibnu Umar mensunahkan untuk membaca awal dan akhir dari surat al-Baqarah diatas kubur setelah dimakamkan”. (HR. al Baihaqi)
Al-Hasan bin as-Shabâh az Za’farâny pernah bertanya kepada Imam Syafi’i tentang membaca bacaan dipemakaman. Beliau menjawab لا بأس به (tidak masalah). Demikian yang dilaporankan Ibn al-Qoyyim dan as-Suyûthy.
Syeikh Khalâl menceritakan dari as-Sya’bi, ia berkata, “Orang Anshar apabila ada salah seorang dari mereka yang meninggal, mereka berkali-kali datang kekuburnya seraya membaca al-Quran disisinya”.

6. Seputar Dzikir Bersama – Sama

a. Pendapat Para Ulama Tentang Keutamaan Dzikir Bersama-Sama (Berjama’ah)

Dzikir merupakan bentuk ibadah yang dapat dilakukan dalam kondisi apapun. Dzikir yang dilakukan bersama-sama itu lebih utama, lebih membekas, serta lebih berpengaruh dalam hati melebihi keutamaan dan pengaruh dzikir yang dilakukan seorang diri. Imam Ibn ‘Âbidîn dalam Hasyiyâhnya (5/263) mengatakan :
وقد شبه الامام الغزالى ذكر الانسان وحده و ذكر الجماعة بأذان المنفرد و أذان الجماعة قال : فكما أن أصوات المؤذنين جماعة تقطع جرم الهواء أكثر من صوت المؤذن الواحد كذلك ذكر الجماعة على قلب واحد أكثر تأثيرا في رفع الحجب الكثيفة من ذكر شخص واحد)
Artinya : "Imam Al Ghazâli mengibaratkan berdzikir sendirian dan dzikir bersama-sama (jamaah) seperti adzannya seorang diri dan adzannya orang banyak. Beliau (Al Ghazâli) berkata, ‘ Adzan yang dikumandangkan beberapa orang itu bisa lebih menggema melebihi adzannya satu orang. Demikian pula dzikir yang dilakukan secara bersama-sama itu bisa lebih membekas (memberi pengaruh) pada hati seseorang melebihi dzikir seorang diri didalam menghilangkan hijab (penghalang).
Hal ini diperkuat oleh beberapa dalil, diantaranya dari Abi Hurairah, Nabi SAW pernah bersabda :
مااجتمع قوم في بيت من بيوت الله يتلون كتاب الله ويتدارسونه بينهم الا نزلت عليهم السكينة وغشِيَتْهُمْ الرحمة وحفتهم الملائكة وذكرهم الله فيمن عنده (رواه ابن ماجه)
Artinya : "Tidaklah berkumpul sekelompok orang didalam salah satu rumah Allah SWT sambil membaca Al-Quran bersama-sama kecuali Allah akan menurunkan kepada mereka ketenangan hati, rahmat meliputi mereka, para malaikat mengerumuni dan Allah menyebut mereka dihadapan para malaikat yang berada disisinya". (HR. Ibnu Majah)
Dari hadits tersebut jelas bahwa perkumpulan yang dilakukan oleh sebuah kaum dengan membaca al-Quran adalah boleh dan dzikir yang dilakukan bersama-sama adalah ritual yang dianjurkan. Dengan memandang halaqoh tersebut adalah menghasilkan ibadah.
عن ابي سعيد الخضري قال رسول الله لا يقعد قوم يذكرون الله عز و جل الا حفتهم الملائكة وغشِيَتْهُمْ الرحمة وغشِيَتْهُمْ الرحمة و نزلت عليهم السكينة وذكرهم الله فيمن عنده (رواه مسلم)
Artinya : "Tidaklah berkumpul sekelompok orang sambil bedzikir kepada Allah kecuali mereka akan dikelilingi para malaikat, Allah SWT melimpahkan rahmat kepada mereka, memberikan ketenangan hati dan Allah menyebut mereka dihadapan para malaikat yang berada disisinya". (HR. Muslim)
عن أنس  قال قال رسول الله  إذا مررتم برياض الجنة فارتعوا قالوا يارسول الله وما رياض الجنة ؟ قال حلَق الذكر (أخرجه أحمد والترمذي وذكره السيوطي في الجامع الصغير ورمز لصحته)
Artinya : "Dari Anas ra. ia berkata, Rasûlullah SAW bersabda : "Apabila kalian lewat di taman-taman surga, maka kerumunilah!, Para shahabat bertanya: “Apa taman-taman surga, Wahai Rasûlullah?, Beliau menjawab: ‘Halaqah (sekelompok orang yang duduk secara melingkar membentuk suatu majlis) dzikir". (HR. Ahmad, at-Tirmidzy dan dishahihkan oleh as-Suyûthy)
Hadits-hadits diatas menunjukkan bahwa dzikir berjamaah termasuk ajaran agama yang sangat dianjurkan.

7. Tanggapan Atas Beberapa Dalil

a. Tanggapan Ayat : وأَنْ لَيْسَ لِِلإنسان إلا ماسَعَى

Dari pemahaman tekstual ayat terebut seakan-akan memberikan sebuah pemahaman “Bahwa manusia hanya bisa mendapatkan pahala amal baik yang telah ia lakukan, dari pribadinya masing-masing, dan amal baik seseorang tidak akan bisa memberikan kemanfaatan pada orang lain”.
Disisi lain tahlil dipercaya bisa memberikan kemanfaatan bagi mayat yang dituju baik dapat mengurangi dosa atau menambah amal baiknya. Hal ini jelas bertentangan dengan pemahaman tekstual pada ayat diatas. Bahkan menurut orang yang tidak mempercayai tahlil, kenyataan yang sudah mewabah dimasyarakat saat ini, telah dianggap satu perkara yang dilarang oleh Nabi SAW, dengan dikategorikan sebagai bid’ah dlolalah. Sesuai dengan hadits Nabi SAW : كل بدعة ضلالة
Artinya : “Setiap bid’ah itu sesat”

Jawaban

Kalau kita pandang sekilas dari pemahaman tekstual ayat tersebut (An-Najm : 39), maka akan memberikan kesan bahwa orang yang telah meninggal dunia tidak akan mendapatkan balasan amal dari apa yang telah dihadiahkan oleh anggota keluarganya yang masih hidup. Ia hanya akan mendapatkan balasan amal sesuai dengan apa yang telah ia lakukan ketika masih hidup, atau juga bisa memberikan kesan perbuatan baik seseorang tidak akan pernah bisa memberikan kemanfaatan pada orang lain.
Dari pemahaman yang sangat sederhana tersebut banyak sekali kelemahan jika ditinjau dari berbagai aspek :

1) Anak cucu yang mengikuti leluhurnya dengan keimanan akan diletakkan ditempat yang sama meski tidak memiliki bekal amal yang sama, sesuai dengan QS. Ath Thur ayat 21 yang artinya: “Dan orang-orang yang beriman dan anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terpikat dengan apa yang dikerjakannya”. (QS. At-Thur : 21)
Dari pemahaman ayat ini berarti amal baik seorang ayah dapat bermanfaat kepada anak cucunya. Apakah kenyataan ini tidak dinamakan “Kebaikan seseorang bisa bermanfaat kepada orang lain?”
Dan dalam QS. An Nisa’ ayat 11 yang artinya : “Tentang orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa diantara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu”. (QS. Al-Nisa’ : 11)
2) Syekh Sulaiman bin Umar al-‘Ajili menjelaskan :
قال ابن عباس  هذا منسوخ الحكم فى هذه الشريعة أي وإنما هو في صحف موسى وابراهيم عليهما السلام بقوله "وألحقنا بهم ذريتهم" فأُدْخِلَ الأبناء في الجنة بصلاح الأباء وقال عكرمة إن ذلك لقوم ابراهيم وموسى عليهما السلام وأما هذه الأمة فلهم ماسعوا وماسعى لهم غيرهم (الفتوحات الإلهية)
Artinya :“Ibnu Abbas ra. berkata bahwa hukum ayat tersebut telah dimansukh atau diganti dalam syari’at Nabi Muhammad SAW. Hukumnya hanya berlaku dalam syari’at Nabi Ibrahim as dan Nabi Musa as, kemudian untuk umat Nabi Muhammad SAW kandungan QS. An-Najm : 39 telah dihapus dengan firman Allah SWT (QS. At-thur ; 21) . Ayat ini menyatakan bahwa seorang anak dapat masuk surga karena amal baik ayahnya. Ikrimah mengatakan bahwa tidak sampainya pahala (yang dihadiahkan) hanya berlaku dalam syari’at Nabi Ibrahim as dan Nabi Musa as. Sedangkan untuk umat Nabi Muhammad SAW mereka dapat menerima pahala amal kebaikannya sendiri atau amal kebaikan orang lain”.
3) Menurut Mufti Mesir Syekh Hasanain Muhammad Makhluf :
وأما قوله تعالى وأن ليس للإنسان إلا ماسعى فهو مقيَّد بما إذا لم يَهَب العاملُ ثوابَ عملهِ لغيره ومعنى الأية أنه ليس ينفع الإنسان فى الآخرة إلا ماعمله فى الدنيا مالم يعمل له غيره عملا ويَهَبَه له فإنه ينفعه كذلك
Artinya :“Firman Allah SWT وان ليس للإنسان إلاماسعىperlu diberi batasan, yaitu ketika orang yang melakukan perbuatan baik itu tidak menghadiahkan pahalanya kepada orang lain. Maksud ayat tersebut adalah, bahwa amal seseorang tidak akan bermanfaat diakhirat kecuali pekerjaan yang telah dilakukan didunia bila tidak ada orang lain yang menghadiahkan amalnya kepada orang yang meninggal. Apabila ada orang yang mengirimkan ibadah kepadanya, maka pahala amal itu akan sampai kepada orang yang meninggal dunia tersebut”.
Pendapat lain mengatakan :
أنَّ الآية إخبار عن شرع من قبلنا لقوله تعالى "لكل جعلنا منكم شرعة ومنهاجا"(المائدة : 48) وقد دل شرعُنا على أن الإنسان له سعْيُه وماسعى له غيرُه كما دلت عليه الآيات المتقدمة (سورة الطور) والحديث المتقدم
Artinya :“Ayat tersebut menceritakan mengenai syari’at orang-orang terdahulu, sebagaimana Firman Allah SWT ‘Untuk setiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang’ (QS. Al-Maidah: 48). Sedangkan dalam syari’at kita, yakni syari’at Nabi Muhammad SAW, telah dijelaskan bahwa manusia dapat menerima amalnya sendiri atau amal orang lain yang dihadiahkan kepadanya, sebagaiman ditunjukkan dalam QS. Al-Thur: 21 serta hadits yang diriwayatkan Bukhari-Muslim di depan”.
4) Diantara sekian banyak tafsir QS. Al-Najm 39, yang paling mudah dipahami, sekaligus dapat dijadikan landasan yang kuat untuk tidak mempertentangkan antara ayat dan hadits yang tegas menjelaskan bahwa seseorang yang meninggal dunia dapat menerima manfaat dari amalan orang yang hidup, adalah tafsir dari Abi Wafa’ Ibnu ‘Aqil al-Baghdadi al-Hanbali sebagai berikut :
الجواب الجيِّدُ عندي أن يقال الإنسان بسعيه وحُسْنِ عُشْرَتِه اكْتَسَبَ الأصدقاءَ وأوْلَدَ الأولادَ ونكح الأزواجَ وأَسْدَى الخيرَ وتودَّدَ إلى الناس فتَرَحَّمُوا عليه وأهدَوْا له العباداتِ وكان ذلك أثرَ سعيِهِ
“Jawaban yang baik menurut saya, bahwa manusia dengan usahanya sendiri, dan juga karena pergaulannya yang baik dengan orang lain, ia akan memperoleh banyak teman, melahirkan keturunan, menikahi perempuan, berbuat baik serta mencintai sesama. Maka, semua teman-teman, keturunan dan keluarganya tentu akan menyayanginya, kemudian menghadiahkan pahala ibadahnya (ketika meninggal dunia). Maka hal itu pada hakikatnya merupakan hasil usahanya sendiri”.
5) Menurut Abi Bakar al-Warrâq, ayat diatas (QS. Al-Najm : 39) tidak tepat kalau dibuat alasan untuk melarang tahlil dan menghadiahkan pahala, karena ungkapan al-Quran (الاماسعى) tidak berhubungan sama sekali dengan amal baik atau buruk seseorang, apalagi berhubungan dengan dilarangnya tahlil dan menghadiahkan pahala, karena menurut Abi Bakar al-Warrâq arti (الاماسعى) adalah (الامانوى) yang berarti :’kecuali dengan apa yang diniati’. Hal ini didukung sabda Nabi SAW:
يُبْعَثُ الناسُ يوم القيامة على نياتهم
Artinya : “Manusia dibangkitkan pada hari qiyamat sesuai dengan niatnya”
Pendapat ini lebih mengedepankan niat untuk mengarahkan ayat diatas dari pada diarahkan ke-fi’lu (pekerjaan) yang jelas-jelas bertentangan dengan banyak sekali teks al-Quran dan al-Hadits.
6) Ayat وان ليس للإنسان الاماسعى menurut ar-Rabî’ bin Anas hanya diperuntukkan untuk orang kafir. Didunia ini mereka akan mendapatkan balasan atas amal baik mereka, sehingga diakhirat nanti sudah tidak memiliki kebaikan lagi. Sebagaimana riwayat bahwa ketika ‘Abdullah bin Ubay, pemimpin orang munafik meninggal dunia, Rasulullah SAW memberikan pakaian beliau untuk dijadikan kain kafannya. Hal ini beliau SAW lakukan karena dulu ‘Abdullah bin Ubay pernah menghadiahkan pakaiannya kepada Sayyidina ‘Abbâs, paman Rasulullah SAW. Sehingga diakhirat nanti ‘Abdullah bin Ubay tidak memiliki kebaikan lagi. Lain halnya dengan orang muslim, ia akan mendapatkan pahala atas amalnya dan amal orang lain yang ditujukan untuknya.

b. Tanggapan Ayat

لها ما كسبت و عليها ما اكتسبت
"Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya."(QS Al Baqarah : 286)
Ayat ini juga sering dijadikan sebagai dalil bahwa pahala amal saleh tidak bisa sampai pada orang meninggal. Untuk dapat mengetahui makna ayat-ayat al-Quran dengan benar, kita harus bertanya kepada ahlinya yaitu para mufassir (ahli tafsir). Banyak orang mengartikan al-Quran dengan pemikiranya sendiri tanpa dilandasi ilmu yang luas dan disiplin ilmu lain yang menunjang pada penafsiran. Sehingga Nabi Muhammad SAW bersabda :
من قال في القرآن بغير علم فليتبوأ مقعده من النار )رواه الترمذي وأحمد(
Artinya : "Barang siapa berbicara tentang ayat-ayat yangt terdapat dalam al-qur’an tanpa dilandasi dengan ilmu, hendaknya dia mengambil tempatnya dineraka " (HR. Turmudzi da Ahmad)
Inilah yang harus kita pegang sebagai dasaragar kita tidak lansung memvonis tanggapan ata tafsiran orang yang belum tentu benar adanya dan belum diketahui kapasitas orang tersebut dalam keilmuannya.
Sebenarnya ayat di atas mengandung dua makna pokok :

1. Secara tekstual seseorang bisa mendapatkan kebaikan disebabkan amalnya. Hal ini hampir sama dengan ayat : وأن ليس للانسان الا ما سعى Dari pemahaman bahwa seseorang bisa mendapatkan pahala dari amal yang ia kerjakan, berarti tidak secara langsung bisa diambil kesimpulan bahwa seseorang tidak bisa mendapatkan manfa’at dari pemberian pahala orang lain. Ada sebuah hadits yang diriwayatkanoleh imam Bukhori :
من سن سنة حسنة فله أجرها و أجر من عمل بها الى يوم القيامة و من سن سنة سيئة فعليه وزرها و وزر من عمل بها الى يوم القيامة (رواه البخاري)
Artinya :" Barang siapa membuat jalan yang baik, maka baginya pahala atas apa yang ditempuhnya ditambah pahala orang-orang yang mengerjakanya. Dan barang siapa membuat jalan yang buruk, maka baginya dosa atas jalan yang ditempuhnya ditambah dosa orang-orang yang mengerjakanya sampai hari kiamat". (HR. Bukhori)
Pemahaman ladaz سنة yang berarti jalanatau perbuatan adalah hal yang masih umum sehingga sesuatu hal yang baik atau buruk yang pernah ia laukan dan ada yang melakukannya maka hal ersebut akan menjadi tanggung jawab bagi pelaku yang telah melakukan perbuatan tersebut dan lainya. Dengan dasar ini berarti menepis anggapan bahwa amal baik seseorang tidak dapat ditambah ketiaka ia telah meninggal, tetapi amal seseorang akan bisa bertambah dengan sendirinya ataupun atas usaha orang lain yang pahalanya diperuntukkan kepadanya.
2. Seseorang akan disiksa karena kejahatan yang dikerjakannya. Bila difikir lebih dalam, sebenarnya ayat ini tidak ada hubungannya sama sekali dengan persoalan apakah pahala akan bisa sampai pada mayat atau tidak. Ayat ini hanya membicarakan bahwa seseorang akan menanggung siksa dari dosa yang ia lakukan. Namun bukan berarti menafikan ketika seseorang diringankan dari siksanya dengan lantaran ada sumbangan doa atau shadaqah dari orang lain, seperti yang dikutip dari Sayyid Muhammad bin Ahmad bin Abd al-Bârî al-Ahdal dalam Ifâdah at-Tulâbnya

c. Tanggapan Hadits

إذا مات ابن آدم انقطع عمله إلا من ثلاث صدقة جارية أو علم ينتفع به أو ولد صالح يدعو له
Artinya :“Ketika anak cucu Adam meninggal maka semua amalnya akan terputus kecuali tiga hal ; shadaqoh jariyah (waqaf), ilmu yang bermanfa’at, dan anak sholeh yang mendoakannya “
Sayyid ‘Alâwi ibn Abbâs al-Mâlikî al-Hasanî berpendapat: “Ketahuilah bahwa sebenarnya terputusnya amal sebab kematian termasuk hal yang maklum, karena ketika sudah meninggal, seseorang tidak beramal dan juga sudah tidak terkena beban hukum. Namun maksud dari hadits di atas adalah bahwa sebagian dari amal ada yang tidak terputus pahalanya, dalam arti tetap berbuah dan mengalir walaupun sudah meninggal dunia.”
Sebenarnya amal yang pahalanya masih mengalir setelah kematian tidak terbatas hanya tiga hal saja, terbukti dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Mâjah dari Abi Hurairah ra. :
قال رسول الله  إن مما يلحق المؤمن من عمله وحسناته بعد موته علما نشره وولدا صالحا تركه ومصحفا ورثه ومسجدا بناه وبيتا لابن السبيل بناه ونهرا أجراه وصدقة أخرجها من ماله في صحته وحياته تلحقه من بعد موته (أخرجه ابن ماجه عن أنس)
Artinya : “Sesungguhnya termasuk dari amal dan kebaikan yang mengalir pahalanya setelah kematian adalah ilmu yang ia sebarkan, anak shalih yang ia tinggalkan, mushaf yang ia wariskan, masjid yang ia bangun, rumah untuk para musafir yang ia dirikan, sungai yang ia alirkan, shadaqah yang ia keluarkan dari hartanya tatakala sehat maupun sakit. Semua itu tetap ia temui setelah ia meninggal.”(HR Ibn Mâjah)

8. Adzan Dan Iqâmat Ketika Mayat Di Makamkan

Adzan adalah suatu ajaran yang sangat istimewa. Menurut Imam Jalal ad-Din as-Suyuti adzan dan iqâmat adalah satu ibadah yang spesial hanya ntuk umat Nabi Muhammad SAW. Adzan sangat dianjurkan ketika seseorang melahirkan, dimana ketentuan ini sedah terlaku sejak zaman Nabi Muhammad SAW ketika beliau mengadzani Sayyid Hasan. Anjuran tersebut yakni dengan mengadzani telinga sebelah kanan dan mengiqomahi telinga kiri. Ketika kita mengalami kesusahan, marah, stres, depresi, mengalami gangguan jin atau syaitan, ketika terjadi peristiwa yang gawat seperti peperangan dan kebakaran kita sangat dianjurakan untuk melafadzkan adzan. Berarti adzan dan iqomah sangat bermanfaat dan berguna.
Di daerah kita, khususnya Jawa adzan juga dikumandangkan ketika penguburan mayat. Hal ini sebenanrnya telah berlangsung semenjak masa ulama salaf, sehingga memunculkan perbedaan pendapat. Sebagian ulama mengatakan adzan ketika mengubur jenazah tidak disunatkan karena tidak ditemukan hadits yang secara tegas menganjurkan hal ini. Ulama lain mengatakan sunat mengumandangkan Adzan dan Iqomah saat menguburkan jenazah karena diqiyâskan dengan seorang anak yang baru lahir.
Letak pengkiasannya adalah kalau kelahiran merupakan awal masuk ke dunia, sedangkan kematian merupakan keluar dari dunia. Inilah argumen sebagian ulama yang mengatakan disunahkan adzan dan iqomah saat pemakaman. Imam Sayyid ‘Alawi al Maliki mencoba menjadi penengah diantara kedua pendapat. Beliau mengatakan dalam kitab Majmû’ Fatawî Rosâ`il-nya (halaman 113) :
“Bentuk adzan yang ketiga adalah adzan yang dilakukan setelah meletakkan mayit dalam kuburan. Perbuatan semacam ini tidak ada dalil khusus dari Rasulullah SAW. Tapi al-Ashbahy berkata, “ Dalam hal itu saya tidak pernah menjumpai sebuah khabar atau astar kecuali dalil yang diceritakan dari mutaakhirin.” Ia (al(Mereka mengatakan) mungkin perbuatan tersebut diqiyaskan pada kesunahan adzân dan iqâmah pada telinga anak yang baru lahir. Seakan-akan mereka ingin mengatakan bahwa kelahiran merupakan awal masuk ke dunia.Pendapat ini termasuk dla’îf (lemah) karena mengkhususkan adzân dan iqâmah tersebut merupakan tauqifi (perbuatan yang langsung diatur dengan Allah SWT). Namun (ada satu yang perlu diperhatikan) bahwa dzikir pada Allah SWT merupakan perbuatan yang sangat disenangi, kapan dan dimanapun, kecuali ketika qladâ`al-hâjah (buang hajat).
Dengan perkataan ini beliau sebenarnya ingin mengatakan bahwa adzan pada waktu mayit diletakkan didalam kuburan tidak dilarang. Tetapi ajaran tersebut disunahkan. Namun bukan karena diqiyaskan pada adzan ketika anak baru lahir, tapi karena perbuatan itu merupakan dzikir kepada Allah SWT.

9. Persoalan Seputar Pelaksanaan Tahlil

a. Istilah Tujuh Hari Dalam Tahlil
Asal usul kegiatan tersebut ialah mengikuti amal yan dicontohkan sahabat Nabi Muhammad SAW. Imam Ahmad bin Hambal mengatakan dalam kitab al Hawi li al Fatawi :
حدثنا هاشم بن القاسم قال حدثنا الأشجعي عن سفيان قال قال طاوس ان الموت يفتنون في قبورهم سبعا فكانوا يستحبون أن يطعموا عنهم تلك الأيام (الحاوي للفتوي 2 : 178)
Artinya : " Hasyim bin al Qosim menceritakankepada kami, ia berkata, al Asyja'i menceritakan kepada kami dari Sufyan, ia berkata, Imam Thowus berkata : Sesungguhnya orang yang meninggal dunia diuji tujuh hari dalam qubur mereka, maka kalangan salaf mensunahkan bersedekah makanan untuk orang yang meninggal dunia tujuh hari" (Al Hawi lil Fatawi, juz. 2, hal. 178)

b. Membaca Surat Al Ikhlas 100.000 kali
Hal yang mendasari pembacaan surat al Ikhlas 100.000 kali atau dikenal dengan syrawa kubra adalah hadits Nabi SAW :
قال رسول الله  من تلا قل هو الله أحد مائة ألف مرة فقد اشترى تفسه من الله و نادى منادى من قبل الله تعالى في سمواته و في أرضه الا أن فلانا عتيق الله فمن له قبله تباعة فليأخذها من الله عز و جل (أخرجه البزار عن أنس بن مالك مرفوعا تحفة المريد على جوهرة التوحيد, ص 140)
Artinya : "Rosulullah SAW bersabda : Barang siapa membaca surat al Ikhlas 100.000 kali maka ia telah menebus dirinya dari Allah SWT. Kemudian ada sebuah seruan dari sisi Allah SWT di langit dan di buminya "Ingatlah sesungguhnya si fulan telah dibebaskan oleh Allah SWT dari api neraka. Maka barang siapa mempunyai tanggungan dosa kepadanya, maka menuntutlah kepada Allah azza wa jalla". (Diriwayatkan oleh al Bazzar dari Anas bin Malik, Tuhfah al Murid 'ala Jauharoh at Tauhid, hal.140)

1 komentar: